Sabtu, 18 Januari 2014



       
Dampak perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara asing  didalam perekonomian Indonesia  sudah menjadi isu yang sering diberitakan oleh media-media mainstream dan dibahas oleh ahli ekonomi serta pemerintah saat ini, baik dalam kaitannya dengan hubungan perekonomian  internasional (International trade)   maupun  terhadap  perekonomian  domestic (domestic trade).  Hal ini sangat menarik untuk dibahas dan menjadi salah satu isu yang harus dibahas dalam kajian perkembangan ekonomi di Indonesia . Pendekatan topik  ini akan lebih mengorientasikan pada permasalahan fluktuasi kurs rupiah yang berdampak pada daya beli masyarakat Indonesia.
Daya beli masyarakat suatu negara menjadi komponen yang sangat penting untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara yang banyak mengimpor barang modal maupun barang konsumsi, perubahan kurs akan sangat mempengaruhi pada daya beli masyarakatnya yang akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Nilai tukar atau kurs (exchange rate) sendiri didefinisikan sebagai harga satuan mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore, 1997). Nilai tukar antara dua negara adalah harga di mana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2000).


Tujuan penulisan ilmiah populer ini guna memberikan pemahaman kepada siapapun yang membacanya mengetahui dampak fluktuasi mata uang rupiah terhadap daya beli masyarakat yang akhirnya akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Penulisan ini juga bertujuan untuk melatih penulis dalam penulisan karya ilmiah serta untuk menambah ilmu yang mudah-mudahan bermanfaat bagi banyak orang.

Fluktuasi mata uang; hasil alami dari sistem nilai tukar yang berubah-ubah, dan ini merupakan norma dari sebagian besar perekonomian utama. Nilai tukar satu mata uang terhadap mata yang lainnya dipengaruhi berbagai faktor fundamental dan teknis, diantaranya jumlah pasokan dan permintaan dari dua mata uang tersebut, kinerja ekonomi, prospek inflasi, perbedaan suku bunga, arus modal, dukungan teknis, tingkat resistensi, dan sebagainya. Umumnya secara terus-menerus faktor-faktor ini berada dalam keadaan fluks yang berdampak nilai mata uang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Meskipun tingkat mata uang seharusnya sebagian besar ditentukan oleh ekonomi yang mendasarinya, hal ini sering berubah-ubah, karena gerakan besar dalam mata uang juga bisa mendikte nasib perekonomian suatu negara.
            Dalam fluktuasi mata uang ada penguatan ( Apresiasi) dan pelemahan ( Devaluasi ). Keduanya memiliki dampak positif dan negative. Sebagai contoh jika nilai mata uang dolar Amerika mengalami apresiasi dampak positifnya adalah Amerika dapat membeli lebih banyak barang- barang dibutuhkan  yang berasal dari luar negeri dan masyarakat Amerika sendiri akan lebih mudah berlibur dan berbelanja keluar negeri karena lebih murah. Akan tetapi dampak negatifnya adalah apresiasi dolar ini membrikan dampak pada barang domestic Amerika menjadi mahal sehingga untuk barang domestiknya mengalmi penurunan permintaan dari masyarakatnya sendri maupu luar negeri(Ekspor). Jika nilai mata uang Amerika—dolar  mengalami devaluasi dampak positifnya adalah barang-barang domestic amerika menjadi lebih murah sehingga mendorong ekspor akan tetapi berdampak negative barang-barang luar negeri yang dibutukan akan menjadi lebih mahal.
            Indonesia yang akhir-akhir ini mengalami devaluasi mata uang rupiah yang secara teori memliliki dampak positif akan tetapi bagi Indonesia terlalu banyak impor yang dilakukan ,dari barang modal, barang konsumsi bahkan barang mentah untuk memproduksi barang domestic pun Indonesia masih mengimpor. Itu lah sebabnya devaluasi rupiah menjadi ancaman yang serius bagi negara ini. Karena devaluasi yang disebabkan oleh tingginya impor tersebut berdampak pada naiknya harga- harga barang yang sekaligus pada meningkatkan IHK.
 Indeks Harga Konsumen (IHK) di defenisikan sebagai harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang yang sama pada tahun dasar. Ketika IHK meningkat, rata-rata  keluarga  harus  membelanjakan  lebih banyak  uangnya demi mempertahankan  standard  hidup  yang  sama  seperti sebelumnya.
Inflasi (inflation)— naik nya harga barang secara rata-rata pada suatu periode dari periode sebelumnya, tingkat harga meningkat, menyebabkan rupiah menjadi kurang berharga. Oleh sebab itu masyarakat harus mengeluarkan uang yang lebih banyak dari kantongnya untuk membeli suatu barang , pertambahan pengeluaran ini meningkatkan jumlah permintaan uang yang mengurangi daya beli masyarakat.


Pada tanggal 18 desember hingga 31 desember 2013 rata-rata nilai tukar rupiah terhadap mata uang US dolar Amerika berkisar  Rp. 12,372.22 dan indeks harga konsumen (IHK)—tolak ukur utama inflasi—naik sebesar 0,55% pada bulan desember dibandingkan bulan sebelumnya. Pada November, kenaikannya hanya 0,12%.Sedangkan inflasi tahunan (on year) dibandingkan dengan setahun sebelumnya, tercatat 8,38% atau nyaris tidak berubah dibanding November yang 8,37%. Pada Desember 2012, inflasi waktu itu 4,30%.
Salah satu penyebab utama pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing ini adalah impor bahan bakar minyak (BBM) yang terlalu besar sehingga Indonesia mengalami deficit neraca pembayaran yang tak kunjung menunjukkan angka surplus. Besarnya impor BBM yang akhir-akhir ini terjadi disebabkan  karena konsumsi BBM yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011  konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia mencapai 41,7 juta kiloliter (kl), tahun 2012 mencapai 45 juta kl, dan tahun 2013 diperkirakan mencapai 47 juta kl. 
Tidak hanya impor BBM yang masih besar nilainya sebagai penyumbang jatuhnya  nilai rupiah, akan tetapi juga karena masih tingginya impor bahan pangan.Meskipun Indonesia merupakan negara agraris tetapi masih saja banyak bahan pangan yang harus diimpor guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, Badan Pusat statistic (BPS) mencatat 28 bahan pangan seperti (beras, jagung, kedelai, tepung terigu, dll) masih diimpor  dan bahan pangan yang paling banyak di impor adalah gula tebu dan jagung dengan volume impor masing-masing sebesar 1,85 miliar dan 1,29 miliar kg..
Penelitian pusat penelitian (P2) Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menginformasikan, tingginya aktivitas impor bahan pangan tidak lepas dari keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor pertanian dimana pelaku sektor pertanian rata-rata umumnya berumur di atas 45 tahun. Usia demikian kemampuan beradaptasinya adalah dengan teknologi rendah yang mengakibatkan sektor pertanian Indonesia tersingkir. Rendahnya kemampuan SDM di sektor ini akhirnya dimanfaatkan oleh investor yang mampu menggarap lahan pertanian dengan mesin yang lebih modern. Para investor terlebih dahulu membeli lahan pertanian, pemilik modal yang membeli lahan pertanian membuat petani makin tersingkir. Hal ini memberikan peluang bagi defisit neraca transaksi perdagangan Indonesia yang kembali membengkak.
Impor Indonesia yang tinggi menghasilkan defisit neraca transaksi perdagangan yang bermakna Indonesia harus mengeluarkan banyak rupiah untuk ditukarkan ke mata uang negara asing demi mengimpor barang yang berasal dari negara asing tersebut sehingga nilai mata uang rupiah menjadi kurang berharga (devaluasi) yang berdampak pada kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi yang disebabkan oleh pelemahan Rupiah ini jelas berdampak pada nilai mata uang dibandingkan dengan mata uang asing semakin rendah.
Untuk itu, mengatasi penurunan kurs yang nerdampak pada penurunan daya beli masyarakat maka pemerintah dalam kebijakan fiskalnya  dapat dilakukan beberpa cara berikut:
A.)  Pemerintah harus melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil, sehingga daya beli masyrakat tetap stabil.
B.)  Perlunya perbaikan neraca perdagangan, karena impor minyak yang masih besar, dan perbaikan terhadap neraca pangan, infrastruktur, tingkat kemandirian ekonomi nasional.
C.)  Harus ada program yang mampu mengganti penggunaan BBM untuk transportasi
D.)  Bangkitkan kesempurnaan sistem pembiayaan ekonomi nasional.
E.)   Pemerintah harus lebih selektif dalam mengeluarkan kebijakan terkait impor.


.            Meskipun pelemahan kurs pada suatu negara memiliki dampak makin terdorong nya nilai ekspor barang dometik pada negara tersebut akan tetapi bagi Indonesia negara yang terlalu banyak mengimpor barang akan berdampak lebih banyak ruginya dari pada untung.             
               Fluktuasi nilai mata uang rupiah yang menurun terhadap nilai mata uang asing akhir-akhir ini dihasilkan dari masih tingginya impor BBM bahkan bahan pangan yang Indonesia merupakan negara agraris, akhirnya membuat neraca pembayaran maupun perdagangan Indonesia menjadi deficit karena impor lebih besar dai ekspornya. Hal ini menyebabkan IHK yang merupakan alat ukur inflasi naik sehingga masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk mempertahankan standar hidupnya daya beli masyarakat pun ikut turun.
       REFERENSI

-          JURNAL DAMPAK PERUBAHAN KURS (PASS-THROUGH EFFECT) TERHADAP TUJUH KELOMPOK INDEKS HARGA KONSUMEN DI INDONESIA oleh Noer Azam Achsani dan Herry Frenky Nababan
-          www.bps.go.id
-          Pengantar Ekonomi Makro , N.Georgy Mankiw
-          Wjs Indonesia
-          Liputan6.com, Jakarta
-          KOMPAS.com
-          Forex. com : INFORMASI FOREX dan INVESTASI
-          Merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar