Dampak
perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara asing didalam perekonomian Indonesia sudah menjadi isu yang sering diberitakan
oleh media-media mainstream dan dibahas oleh ahli ekonomi serta pemerintah saat
ini, baik dalam kaitannya dengan hubungan perekonomian internasional (International trade) maupun
terhadap perekonomian domestic (domestic trade). Hal ini sangat menarik untuk dibahas dan
menjadi salah satu isu yang harus dibahas dalam kajian perkembangan ekonomi di Indonesia
. Pendekatan topik ini akan lebih
mengorientasikan pada permasalahan fluktuasi kurs rupiah yang berdampak pada
daya beli masyarakat Indonesia.
Daya
beli masyarakat suatu negara menjadi komponen yang sangat penting untuk
menggambarkan tingkat kesejahteraan negara tersebut. Indonesia adalah salah
satu negara yang banyak mengimpor barang modal maupun barang konsumsi,
perubahan kurs akan sangat mempengaruhi pada daya beli masyarakatnya yang akan
berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Nilai
tukar atau kurs (exchange rate) sendiri didefinisikan sebagai harga satuan mata
uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri (Salvatore, 1997). Nilai tukar
antara dua negara adalah harga di mana penduduk kedua negara saling melakukan
perdagangan (Mankiw, 2000).
Tujuan penulisan ilmiah populer ini
guna memberikan pemahaman kepada siapapun yang membacanya mengetahui dampak
fluktuasi mata uang rupiah terhadap daya beli masyarakat yang akhirnya akan berpengaruh
pada perekonomian Indonesia. Penulisan ini juga bertujuan untuk melatih penulis
dalam penulisan karya ilmiah serta untuk menambah ilmu yang mudah-mudahan
bermanfaat bagi banyak orang.
Fluktuasi
mata uang; hasil alami dari sistem nilai tukar yang berubah-ubah, dan ini
merupakan norma dari sebagian besar perekonomian utama. Nilai tukar satu mata
uang terhadap mata yang lainnya dipengaruhi berbagai faktor fundamental dan
teknis, diantaranya jumlah pasokan dan permintaan dari dua mata uang tersebut,
kinerja ekonomi, prospek inflasi, perbedaan suku bunga, arus modal, dukungan
teknis, tingkat resistensi, dan sebagainya. Umumnya secara terus-menerus faktor-faktor
ini berada dalam keadaan fluks yang berdampak nilai mata uang berfluktuasi dari
waktu ke waktu. Meskipun tingkat mata uang seharusnya sebagian besar ditentukan
oleh ekonomi yang mendasarinya, hal ini sering berubah-ubah, karena gerakan
besar dalam mata uang juga bisa mendikte nasib perekonomian suatu negara.
Dalam fluktuasi mata uang ada
penguatan ( Apresiasi) dan pelemahan ( Devaluasi ). Keduanya memiliki dampak
positif dan negative. Sebagai contoh jika nilai mata uang dolar Amerika mengalami
apresiasi dampak positifnya adalah Amerika dapat membeli lebih banyak barang-
barang dibutuhkan yang berasal dari luar
negeri dan masyarakat Amerika sendiri akan lebih mudah berlibur dan berbelanja
keluar negeri karena lebih murah. Akan tetapi dampak negatifnya adalah
apresiasi dolar ini membrikan dampak pada barang domestic Amerika menjadi mahal
sehingga untuk barang domestiknya mengalmi penurunan permintaan dari
masyarakatnya sendri maupu luar negeri(Ekspor). Jika nilai mata uang Amerika—dolar mengalami devaluasi
dampak positifnya adalah barang-barang domestic amerika menjadi lebih murah
sehingga mendorong ekspor akan tetapi berdampak negative barang-barang luar
negeri yang dibutukan akan menjadi lebih mahal.
Indonesia
yang akhir-akhir ini mengalami devaluasi mata uang rupiah yang secara teori
memliliki dampak positif akan tetapi bagi Indonesia terlalu banyak impor yang
dilakukan ,dari barang modal, barang konsumsi bahkan barang mentah untuk
memproduksi barang domestic pun Indonesia masih mengimpor. Itu lah sebabnya
devaluasi rupiah menjadi ancaman yang serius bagi negara ini. Karena devaluasi
yang disebabkan oleh tingginya impor tersebut berdampak pada naiknya harga-
harga barang yang sekaligus pada meningkatkan IHK.
Indeks Harga Konsumen (IHK) di defenisikan
sebagai harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok
barang yang sama pada tahun dasar. Ketika IHK meningkat, rata-rata keluarga
harus membelanjakan lebih banyak
uangnya demi mempertahankan
standard hidup yang
sama seperti sebelumnya.
Inflasi (inflation)— naik nya
harga barang secara rata-rata pada suatu periode dari periode sebelumnya,
tingkat harga meningkat, menyebabkan rupiah menjadi kurang berharga. Oleh sebab
itu masyarakat harus mengeluarkan uang yang lebih banyak dari kantongnya untuk
membeli suatu barang , pertambahan pengeluaran ini meningkatkan jumlah
permintaan uang yang mengurangi daya beli masyarakat.
Pada
tanggal 18 desember hingga 31 desember 2013 rata-rata nilai tukar rupiah
terhadap mata uang US dolar Amerika berkisar
Rp. 12,372.22
dan
indeks harga konsumen (IHK)—tolak ukur utama inflasi—naik sebesar 0,55% pada
bulan desember dibandingkan bulan sebelumnya. Pada November, kenaikannya hanya
0,12%.Sedangkan inflasi tahunan (on year) dibandingkan dengan setahun
sebelumnya, tercatat 8,38% atau nyaris tidak berubah dibanding November yang
8,37%. Pada Desember 2012, inflasi waktu itu 4,30%.
Salah
satu penyebab utama pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing ini
adalah impor bahan bakar minyak (BBM) yang terlalu besar sehingga Indonesia
mengalami deficit neraca pembayaran yang tak kunjung menunjukkan angka surplus. Besarnya
impor BBM yang akhir-akhir ini terjadi disebabkan karena konsumsi BBM yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2011 konsumsi BBM
bersubsidi di Indonesia mencapai 41,7 juta kiloliter (kl), tahun 2012 mencapai
45 juta kl, dan tahun 2013 diperkirakan mencapai 47 juta kl.
Tidak hanya impor
BBM yang masih besar nilainya sebagai penyumbang jatuhnya nilai rupiah, akan tetapi juga karena masih
tingginya impor bahan pangan.Meskipun Indonesia merupakan negara agraris tetapi
masih saja banyak bahan pangan yang harus diimpor guna memenuhi kebutuhan
konsumsi masyarakat, Badan Pusat statistic (BPS) mencatat 28 bahan pangan
seperti (beras, jagung, kedelai, tepung terigu, dll) masih diimpor dan bahan pangan yang paling banyak di
impor adalah gula tebu dan jagung dengan volume impor masing-masing sebesar
1,85 miliar dan 1,29 miliar kg..
Penelitian pusat penelitian (P2) Ekonomi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) menginformasikan, tingginya aktivitas impor bahan
pangan tidak lepas dari keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor
pertanian dimana pelaku sektor pertanian rata-rata umumnya berumur di atas 45
tahun. Usia demikian kemampuan beradaptasinya adalah dengan teknologi rendah
yang mengakibatkan sektor pertanian Indonesia tersingkir. Rendahnya kemampuan
SDM di sektor ini akhirnya dimanfaatkan oleh investor yang mampu menggarap
lahan pertanian dengan mesin yang lebih modern. Para investor terlebih dahulu
membeli lahan pertanian, pemilik modal yang membeli lahan pertanian membuat
petani makin tersingkir. Hal ini memberikan peluang bagi defisit neraca
transaksi perdagangan Indonesia yang kembali membengkak.
Impor Indonesia yang tinggi
menghasilkan defisit neraca transaksi perdagangan yang bermakna Indonesia harus
mengeluarkan banyak rupiah untuk ditukarkan ke mata uang negara asing demi
mengimpor barang yang berasal dari negara asing tersebut sehingga nilai mata
uang rupiah menjadi kurang berharga (devaluasi) yang berdampak pada kenaikan
inflasi. Kenaikan inflasi yang disebabkan oleh pelemahan Rupiah ini jelas berdampak
pada nilai mata uang dibandingkan dengan mata uang asing semakin rendah.
Untuk itu, mengatasi penurunan
kurs yang nerdampak pada penurunan daya beli masyarakat maka pemerintah dalam
kebijakan fiskalnya dapat dilakukan beberpa
cara berikut:
A.)
Pemerintah harus melakukan intervensi
agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil, sehingga daya beli masyrakat
tetap stabil.
B.)
Perlunya perbaikan neraca perdagangan,
karena impor minyak yang masih besar, dan perbaikan terhadap neraca pangan,
infrastruktur, tingkat kemandirian ekonomi nasional.
C.) Harus ada program yang
mampu mengganti penggunaan BBM untuk transportasi
D.)
Bangkitkan kesempurnaan sistem
pembiayaan ekonomi nasional.
E.)
Pemerintah harus lebih selektif dalam
mengeluarkan kebijakan terkait impor.
. Meskipun pelemahan kurs pada suatu negara
memiliki dampak makin terdorong nya nilai ekspor barang dometik pada negara
tersebut akan tetapi bagi Indonesia negara yang terlalu banyak mengimpor barang
akan berdampak lebih banyak ruginya dari pada untung.
Fluktuasi nilai mata
uang rupiah yang menurun terhadap nilai mata uang asing akhir-akhir ini
dihasilkan dari masih tingginya impor BBM bahkan bahan pangan yang Indonesia
merupakan negara agraris, akhirnya membuat neraca pembayaran maupun perdagangan
Indonesia menjadi deficit karena impor lebih besar dai ekspornya. Hal ini
menyebabkan IHK yang merupakan alat ukur inflasi naik sehingga masyarakat harus
mengeluarkan lebih banyak uang untuk mempertahankan standar hidupnya daya beli
masyarakat pun ikut turun.
REFERENSI
-
JURNAL
DAMPAK PERUBAHAN KURS (PASS-THROUGH EFFECT) TERHADAP TUJUH KELOMPOK INDEKS
HARGA KONSUMEN DI INDONESIA oleh Noer Azam Achsani dan Herry Frenky Nababan
-
www.bps.go.id
-
Pengantar Ekonomi Makro , N.Georgy Mankiw
-
Wjs Indonesia
-
Liputan6.com, Jakarta
-
KOMPAS.com
-
Merdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar